Gelap. Itulah rasanya ketika
menyusuri jalan jalan lingkar sepanjang perjalanan mudik. Sebut saja jalan
lingkar di kabupaten Demak, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati. Itu pun masih
ditambah dengan Jalan tol yang juga
minim penerangan di Ruas tol Gresik Surabaya. Yang ini malah sudah saya rasakan
sejak belasan tahun lalu saat masih bermukim disana.
Entah
karena tidak ada yang merasa terganggu, aman aman saja, tidak ada yang tahu
sulitnya mengendara dalam gelap di malam hari, atau juga karena minim anggaran
(ini sepertinya pasti) sehingga kegelapan ini terus terjadi dari tahun
ketahun. Yang paling merasakan dampak
dari kegelapan ini adalah pengendara sepeda motor. Tanpa lampu jalan,
pengendara sepeda motor selalu kesulitan dan merasa silau saat berpapasan
dengan kendaraan ukuran besar dari arah berlawanan. Bahkan radius lampu
sepeda motor yang tidak sepanjang mobil
akan sangat terganggu jika ditambah dengan kondisi ruas jalan yang masih
gelombang dan berlubang
. Selama
ini agenda penerangan jalan selalu terkalahkan dengan perbaikan jalan.
Perbaikan jalan yang secara tradisi selalu terulang sebelum masa mudik tiba
ternyata tidak dibarengi dengan penerangan yang memadai. Yang lebih
memprihatinkan kalau penerangan tidak ada sedangkan pancang pancang listrik
sudah ada di sepanjang jalan, atau bahkan ada lampu lampu yang tidak menyala
karena mungkin rusak. Lalu apa lagi alasan tidak melakukan ‘pengadaaan
penerangan jalan’ Rasanya biaya penerangan jalan tidak akan sebesar perbaikan
jalan namun selama ini prioritasnya benar benar tidak ada.
Kedepannya
diharapkan pembangunan sarana prasarana jalan dapat juga menjadikan penerangan
jalan sebagai prioritas. Atau sesekali
aparat pemerintah kita mau ‘blusukan’ malam hari di jalan jalan lingkar
yang gelap dan sepi dengan mengendarai sepeda motor. Agar bisa merasakan
tingkat kebahayaan mengemudi didalam
gelap dan bisa berempati terhadap rakyatnya yang pulang kerja, sekolah, kuliah bahkan mudik dengan
menahan silau di sepanjang tambak dan sawah jalan lingkar yang gelap.